You are currently browsing the category archive for the ‘Pemerintah’ category.

MEDAN (kennortonhs): Pendaftaran calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) Sumatera Utara (Sumut) diwarnai kericuhan pada hari terakhir pendaftaran di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut, Jl Perintis Kemerdekaan, Medan, Kamis malam (24/1). Pilkada Gubernur Sumut dilaksanakan 16 April mendatang dengan perkiraan daftar pemilih tetap sekitar 8.5 juta pemilih. Kericuhan terjadi saat pendaftaran cagub-cawagub PDIP yang mengusung Mayjen purnawirawan Tritamtomo-Benny Pasaribu. Pasangan yang ditetapkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP itu tidak disetujui Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Sumut. Kericuhan terjadi sekitar pukul 23.15 saat kelompok pendukung DPD PDIP Sumut berupaya menghadang pengurus DPP PDIP yang datang bersama Tritamtomo-Benny ke KPU Provinsi Sumut. Namun orang-orang yang berupaya menghadang DPP PDIP itu disingkirkan pertugas keamanan. Pendaftaran akhirnya dilakukan DPP PDIP yang telah menunjuk Panda Nababan sebagai Ketua Pelaksana Harian (Plh) dan Dudi Makmun Murod sebagai Sekretaris Plh DPD PDIP. Panda dan Dudi menandatangani formulir pendaftaran Tritamtomo-Benny, tanpa persetujuan DPD PDIP Sumut. Ketua DPD PDIP Sumut Rudolf Matzuoka Pardede dan Sekretaris DPD PDIP Sumut Alamsyah Hamdani yang seharusnya menandatangani formulir pendaftaran itu malah dipecat. Kegaduhan juga terjadi saat pasangan cagub-cawagub Zulkifli Harahap- Diki Zulkarnain yang memaksakan pendaftaran melalui jalur perseorangan. Karena pasangan itu tidak diterima panitia pendaftaran KPU, mereka yang menamakan diri Gerakan Baru Sumut itu sempat adu mulut dan melakukan aksi memukul meja memorotes sikap panitia. Lima PasanganHingga penutupan pendaftaran, lima pasangan cagub-cawagub mendaftar ke KPUD Sumut. Pagi hingga sore yang mendaftar pasangan Ali Umri-Maratua Simanjuntak dicalonkan Partai Golkar.Sementara pasangan Robert Edison Siahaan-H Suherdi dicalonkan delapan parpol yakni PIB, PDS, PBSD, PNBK, PKB, PPD, Pelopor, dan PNI Marhaenisme. Pada malam hari, pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pudjonegoro dicalonkan PPP, PKS, PBB, Patriot, PKPB, PKPI, PSI, PNI Marhaenisme, PPDK, Partai Merdeka, PPNUI, dan PDI mendaftar ke KPUD Sumut. Kemudian disusul pasangan Abdul Wahap Dalimunthe-Romo Raden Syafei yang dicalonkan Partai Demokrat, PAN, dan PBR. Detik-detik terakhir penutupan pendaftaran, pasangan Tritamtomo-Benny Pasaribu yang dicalonkan PDIP mendaftar. Pendaftaran pasangan militer-sipil ini selesai sekitar 00.10 Wib.

Selain lima pasangan cagub-cawagub yang mendaftar ke KPUD Sumut, dua pasangan cagub-cawagub dari perseorangan juga datang ke KPU memaksakan diri mendaftar. Pasangan itu ialah Pahala Napitupulu-Job Rahmad Purba yang didukung sejumlah oranisasi buruh dan pasangan Zulkifli-Diki yang didukung Gerakan Baru Sumut.**

oleh: Kennorton Hutasoit

PENGAMBILAN formulir pasangan cagub/cawagub sudah mulai ramai di KPU Sumut sejak Jumat (18/1). Hingga Sabtu (19/1) sudah sebanyak 17 parpol yang telah mengambil formulir. Mereka ialah ialah PPP, Patriot Pancasila, PSI, Partai Merdeka, PKPI, Golkar, Pelopor, PPD, PBB, PPDI, PDK, PPNUI, PNI Mazrhaenisme, PAN, PIB, PBSD, dan PNBK.

Harmen Manurung seorang di antara pengurus parpol yang telah mengambil formulir. Ia selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) Sumatera Utara (Sumut) mengambil formulir calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut, Jl Perintis Kemerdekaan, Medan, Sabtu sore (19/1). Namun, hingga saat ini koalisi PBSD dengan parpol lain belum memenuhi syarat mencalonkan satu pasangan cagub dan cawagub untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Sumut 16 April nanti.

“Memang kami sudah sempat berkoalisi dengan Partai Demokrat (perolehan 10 kursi di DPRD Sumut), tapi mereka tidak melibatkan kami dalam penjaringan calon. Akhirnya PBSD, Partai Pelopor, dan PNBK (masing-masing satu kursi) mencalonkan masing-masing. Kami tidak mau gara-gara ulah Partai Demokrat kami kehilangan hak mencalonkan dalam Pilkada Gubernur Sumut secara langsung yang baru pertama dilaksanakan,” kata Harmen.

Banyak di antara partai ini yang nasibnya sama seperti PBSD. Parpol-parpol yang tak memenuhi persyaratan kini kelimpungan karena tidak mempersiapkan diri untuk kepentingan jangka panjang yang tentu bisa melakukan koalisi bagi parpol yang sama ideologinya. Koalisi hanya mendasar kepentingan sesaat untuk dapat mencalonkan atau membuat posisi tawar dengan calon yang akan diusung. Sesuai persyaratan itu sebanyak 20 parpol harus membentuk koalisi agar bisa mendaftarkan pasangan calon. Hanya dua parpol yang bisa mengusung sendiri calonnya yakni Partai Golkar dan PDIP.

Keputusan KPU Sumut Nomor 2 Tahun 2008 pasal 2 ayat (3) menetapkan parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon apabila menggunakan ketentuan perolehan jumlah kursi yang ada di DPRD Sumut minimal mendapat 13 kursi atau 15% dari 85 kursi dan jika menggunakan akumulasi perolehan suara sah minimal sebanyak 787.303 suara atau 15% dari total 5,24 juta suara sesuai dengan jumlah suara sah hasil Pemilu DPRD Sumut tahun 2004.
Konflik

Pada saat pengambilan formulir ini, konflik sudah mulai muncul. Kali ini konflik dualisme kepemimpinan Partai Bintang Reformasi (PBR). Akibat dualisme kepengurusan PBR itu, KPU Sumut tidak menyerahkan formulir sebelum ada pengakuan dan pengesahan yang pasti dari DPP PBR menyatakan siapa pengurus DPD yang sah.

Ketua KPUD Sumut Irham Buana Nasution menyesalkan dualisme pimpinan di PBR. “Kalau itu terjadi di parpol, ini memperlambat pencalonan. Sebenarnya itu urusan internal parpol, namun kalau terdapat dualisme pengurus kami hanya melayani pengurus yang diakui dan disahkan DPP partai bersangkutan,” katanya.

Konflik juga terjadi di tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) Sumut. Kamaluddin Harahap dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPD Sumut lalu digantikan dengan Ketua Pelaksana. Sikalipun formulir telah diberikan kepada PAN, ujar Irha, pihaknya akan menanyakan juga ke DPP PAN apakah sama kewenangan Ketua Pelaksana dengan ketua definitif untuk urusan partai baik ke luar maupun ke dalam.

Salah satu kekhawatiran KPU dalam Pilkada Gubernur Sumut ialah konflik horizontal dan vertikal. Irham mengatakan selain konflik parpol, sumber konflik Pilkada selama ini disebabkan KPU tidak netral, terjadi kecurangan pada pilkada, dan masyarakat tidak terdaftar sebagai peserta pemilih. “Konflik Pilkada juga selalu melibatkan aktor intelektual. Karena itu kami akan melakukan pendekatan kepada tokoh sentral di masyarakat agar turut menjaga Pilkada damai,” katanya.
Sebagai catatan Pilkada Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Desember 2005 lalu diwarnai kericuhan dan pembakaran kantor KPU Kabupaten Tapteng. Saya melihat sumber konflik di sini karena KPU tidak bisa menjalankan tugasnya secara independen dan ada pasangan calon yang mencampuri urusan internal parpol. Mudah-mudahan dalam Pilkada Gubernur Sumut, kami sebagai penyelenggara dapat menjaga netralitas, katanya.

Kalau dicermati lebih mendalam di balik konflik Pilkada Bupati Tapteng aktor intelektual dalam hal ini kubu pasangan calon menggunakan sentimen-sentimen keagamaan untuk merebut simpati pendukung. Sentimen-sentimen ini menyulut kemarahan kelompok pendukung ke KPU.

Irham mengatakan untuk mengatasi masalah konflik ini pihaknya akan melakukan pendekatan dan melaukan komunikasi dengan para pemangku amanah untuk meujudkan Pilkada damai, demokrasi formalistik prosedural, kampanye siap menang/kalah, dan pendekatan hukum rana aparat hukum.
Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Medan (Unimed) Bungaran Antonius Simanjuntak mengatakan Pilgub Sumut rawan konflik karena semua kandidat mengutamakan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan dengan melakukan segala cara. Tidak ada parpol pengusung atau calon yang memiliki kepentingan jangka panjang yang bertujuan untuk kemakmuran masyarakat. Semua parpol dan calon lebih mengutamakan kepentingan sesaat merebut kekuasaan dan jabatan. Dalam kondisi seperti ini parpol, calon, dan tim sukses tidak akan memiliki kesadaran politik, etos politik, dan asas moral, katanya.
Bungaran menilai parpol dan calon masih melakukan politik segmentarian. Politik segmentarian ini berkaitan dengan kepentingan etnis, agama, dan kedaerahan.

Sumut saat ini dihuni beragam etnis yang didominasi Jawa 33,4% kemudiam posisi berikutnya Toba 25,62%, Mandailing 11,27%, Nias 6,36%, Melayu 5,86%, China 2,71%, Minang 2,66%, Simalungun 2,04%, Aceh 0,97%, dan Pakpak 0,73%. Sedangkan komposisi agama Islam 65,45%, Protestan 31,40%, Katolik 4,78%, Budha 2,82%, dan Hindu 0,9%.

Bungaran mengatakan parpol pengusung, calon, dan tim sukses yang mengumbar ke publik pernyataan Sumut harus dipimpin marga kita, etnis kita, agama kita, dan segmentarian lainnya dapat memicu konflik. Saya mencermati di tubuh parpol sendiri pun sentimen segmentarian terjadi, bahkan itu terjadi di parpol besar sehingga sangat berpengaruh pada lambatnya penetapan calon dari parpol, katanya.

Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utata (USU) Ridwan Rangkuti menilai Pilkada Gubernur Sumut masih sangat didominasi kepentingan faksi, ormas keagamaan, etnis, dan agama. Peran dan kekuatan parpol untuk mendorong demokratisasi secara substansial masih sangat minim. Kondisi ini akan sangat mebahayakan perpolitikan di Sumut khususnya dan nasional umumnya, katanya. Pernyataan serupa disampaikan Blok Politik Masyarakat Sipil Sumut, koalisi lembaga syadaya masyarakat (LSM) dan individu yang menyatakan bahwa pencalonan kandidat gubernur tidak mencerminkan kepentingan masyarakat. Penetapan kandidat hanya ditentukan segelintir orang yang duduk sebagai pimpinan parpol. Ini menghambat demokratisasi, kata Benget Silitonga, Presidium Blok Politik Masyrakat Sipil Sumut.**

Kalau Korupsi Lagi, Nasibmu Kayak Abdillah dan Ramli, He he he

KANTOR Wali Kota Medan sontak menjadi perhatian, Sabtu pagi (5/1), sekitar pukul 08.15 Wib. Kali ini sejumlah warga ramai-ramai ke sana melihat kebakaran di ruangan Bagian Umum/Protokol Kantor Wali Kota Medan. Berbeda dari hari sebelumnya. Biasanya kantor itu kerap jadi perhatian karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan guna mengungkap kasus dugaan korupsi Wali Kota Medan Abdillah dan Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis.

Kendati pihak polisi masih melakukan penyelidikan kasus kebakaran itu, namun banyak pihak mencurigai kebakaran itu suatu upaya penghilangan bukti-bukti dugaan korupsi Abdillah dan Ramli. Wajar saja kecurigaan itu, karena beberapa hari sebelumnya KPK menahan Abdillah dan Ramli sebagai tersangka dugaan korupsi mark up pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan 2002-2006. Abdillah ditahan pada Rabu (2/1). Sedangkan Ramli ditahan Jumat (5/1).

Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah mengatakan perbuatan tersangka merugikan negara sekurang-kurangnya Rp29,69 miliar. Masing-masing Rp3,69 miliar dari mark up pengadaan mobil pemadam kebakaran dan Rp26 miliar dalam kasus penyalahgunaan APBD. Itu termasuk dugaan korupsi tukar guling 19 aset milik Pemkot Medan yang dilepas ke pihak ketiga dengan harga yang lebih rendah dari harga yang wajar. Aset itu antara lain tukar guling kebun binatang Medan seluas 2,9 hektar senilai Rp26,946 miliar, Balai Benih Dinas Perikanan dan Kelautan di Medan seluas 1,7 hektar senilai Rp769 juta dan Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan seluas 2.067 meter persegi senilai Rp3,461 miliar, dan SDN 060900 seluas satu hektar di Medan. Tukar guling itu dilakukan Abdillah pada 2003 yang saat itu Wakil Wali Kota Ramli menjabat Sekretaris Daerah Kota Medan.
Abdillah dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 seperti diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman seumur hidup atau paling singkat empat tahun, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana untuk kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran. Sedangkan untuk kasus penyalahgunaan APBD, Abdillah dijerat dengan pasal 2 ayat 1 UU dan atau pasal 3 UU 31/99 seperti diubah dengan UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 46 jo pasal 65 KUHPidana.

Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut Elfenda Ananda mengatakan kasus penahanan Abdillah dan Ramli ini menjadi momentum pembelajaran bagi pemerintah untuk melakukan transparansi anggaran, efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas. Praktik-praktik yang biasa terjadi pada kasus korupsi ialah mark up, biaya perjalanan dinas, merendahkan pendapatan, dan meningkatkan belanja. Publik sangat terbatas untuk mengawasi praktik korupsi seperti ini. Yang tahu persis itu auditor, kata Elfenda.
Pemerintahan

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) Jhon Tafbu Ritonga mengatakan harus ada kepastian hukum menuntaskan kasus dugaan korupsi tersangka Abdillah dan Ramli dalam tiga minggu ini. Sebab kalau terjadi kekosongan jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, ini akan mengganggu pelaksanaan fungsi anggaran dan fiscal Kota Medan. Kita tahu Medan itu ibu kota Provinsi Sumut yang posisinya strategis antara lain dalam bidang ekonomi, sekitar 25% transaksi perekonomian di Sumut ada di Medan, kata Jhon.

Medan jangan dibiarkan wait and worry (menunggu dan ragu-ragu). Kalau terjadi kevakuman pemerintahan ini akan menimbulkan efek negative pada pertumbuhan ekonomi, karena pelaksanaan anggaran yang terkait kebijakan akan terhambat dan pihak pengusaha akan ragu-ragu melakukan investasi di Kota Medan, katanya.
Guru Besar Tata Negara dan Politik Hukum Program Pasca Sarjana USU Solly Lubis mengatakan untuk mengutamakan pelayanan masyarakat dan pembangunan, sebaiknya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas nama Presiden RI menunjuk Pejabat sementara untuk melaksanakan tugas-tugas Wali Kota. Ada kelemahan kalau penyelenggaraan Pemkot Medan dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang berada dalam tahanan, sebab dari sisi moralitas, itu janggal. Walaupun dianggap boleh itu pandangan hanya dari sudut formalitas. Dari sudut pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean government), itu tak tepat, katanya.

Dari sudut sosiopolitis dan yuridis, seorang Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang berada dalam ruang tahanan sedang menjalani proses hukum juga tidak tepat menjalankan pemerintahan. Apalagi mereka harus melakukan penekenan (penandatanganan) sebuah keputusan atau kebijakan yang menyangkut pelayanan public dan pembangunan.

Pejabat sementara yang ditunjuk Pemerintah Pusat harus memiliki payung hukum dengan menyebutkan hak dan kewajibannya secara rinci. Pejabat tersebut harus memiliki kekuasaan penuh (full capacity) menjalankan pemerintahan yang kewenangannya sejajar dengan DPRD dalam mengambil kebijakan. Sedangkan hal-hal teknis boleh saja dilakukan Sekda.**

MEDAN (kennortonhs): Titik api yang menyebabkan kebakaran Kantor Wali Kota Medan, Jalan Maulana Lubis, berada di bagian dalam ruangan Bagian Umum Pemerintah Kota (Pemkot) Medan. Kebakaran terjadi sekitar pukul 08.15 Wib, pada saat pergantian petugas keamanan, Sabtu pagi (5/1).

Titik api (penyebab kebakaran) berada di bagian dalam Bagian Umum (Pemkot Medan). Kami masih melakukan penyelidikan sumber api, kata Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Utara (Sumut) Irjen Nurudin Usman usai meninjau kebakaran Kantor Wali Kota Medan, Sabtu (5/1).

Nurudin mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan mendalam apakah ada unsur-unsur kesengajaan atau berkaitan dengan penahanan Wali Kota Medan Abdillah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu lalu (2/1). Kami masih melakukan pendalaman. Kami sudah memintai keterangan sejumlah petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) dan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) yang bertugas saat kebakaran, kata Nurudin.

Pengamatan di lokasi kebakaran sejumlah dokumen penting dan peralatan kantor antara lain meja, komputer, dan lemare file hangus terbakar. Padahal berkas dan dokumen bantuan keuangan ke berbagai lembaga masyarakat dan pihak-pihak terkait diperkirakan ada di Bagian Umum tersebut.

Lokasi kebakaran yakni ruangan Bagian Umum/Protokol dan Ruangan Badan Penelitian/Pengembangan yang berada di Lantai 1, sisi timur Kantor Pemkot Medan saat ini dibatasi dengan garis polisi. Menurut Poltak Simatupang, salah seorang petugas keamanan Pemkot Medan yang bertugas pada saat kejadian api mulai mengepul sekitar pukul 08.15. Nyala api saya lihat di ruangan Bagian Umum (Pemkot Medan), katanya.

Ajun Komisaris (AK) JT Hutabarat yang memimpin tim laboratorium forensik Mabes Polri telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terkait kebakaran itu. “Kami membutuhkan dua hari untuk melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Bahan yang didapat dari lapangan akan kami bawa ke Laboratorium Forensik Mabes Polri,” katanya.

Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan tengah melakukan penyelidikan terkait kebakaran tersebut. Pihak Poltabes itu memintai keterangan Satpol PP, Petugas Linmas, dan petugas piket Kantor Pemkot Medan saat kejadian. Saat ini masih tahap penyelidikan. Kami juga menunggu hasil laboratorium forensic. Setelah penyelidikan rampung dan ada nantinya hasil dari laboratorium forensic, kami baru bisa mengetahui hasilnya (apakah ada unsur-unsur kesengajaan), kata Kapoltabes Medan Komisaris Besar Bambang Sukamto.**

MEDAN (kennortonhs): Pascapenahanan Wali Kota Medan Abdillah, Kantor Pemkot Medan terbakar sekitar pukul 08.00 Wib, Sabtu (5/1). Ruangan Bagian Umum dan Badan Penelitian/Pengembangan, Kantor Pemkot yang terletak di Jl Maulana Lubis No 2 Medan, itu hangus terbakar. Abdillah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiga hari lalu, Rabu (2/1).

Dokumen-dokumen penting dan peralatan kantor di ruangan Bagian Umum tersebut juga terbakar hangus. Padahal berkas dan dokumen bantuan keuangan ke berbagai lembaga masyarakat dan pihak-pihak terkait diperkirakan ada di Bagian Umum tersebut.

Ajun Komisaris (AK) JT Hutabarat yang memimpin tim laboratorium forensik Mabes Polri telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terkait kebakaran itu. “Kami membutuhkan dua hari untuk melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Bahan yang didapat dari lapangan akan kami bawa ke Laboratorium Forensik Mabes Polri,” katanya.

Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan tengah melakukan penyelidikan terkait kebakaran tersebut. Pihak Poltabes itu memintai keterangan petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP) dan petugas piket Kantor Pemkot Medan yang dilakukan di Ruangan Bagian Humas Pemkot Medan. Kepala Poltabes Medan Komisaris Besar Bambang Sukamto juga berada di lokasi kebakaran. Pihak Kepolisian belum memberikan keterangan apakah kebakaran tersebut ada unsur kesengajaan atau ada kaitannya dengan penahanan Wali Kota Medan.**

Oleh: Muliadi Hutahaean, Wartawan Medan Bisnis

PADA 2008, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) telah menetapkan tiga grand strategi pembangunan di Sumut dalam rangka meberhasilkan pembangunan daerah ini. Ketiga grand strategi yang tertuang pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) 2008 yakni program prioritas propinsi, pelaksanaan pembangunan lintas wilayah baik propinsi maupu kabupaten/kota, pelaksanaan kebijakan nasional yang diterjemahkan di daerah.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut Drs RE Nainggolan MM, Jumat (28/12) di ruang kerjanya ketika ditanya
wartawan program pembangunan yang akan dijalankan pada tahun 2008.

RE Nainggolan yang di dampingi Sekretaris Bappeda Sumut Salman Siregar mengatakan prioritas utama pembangunan propinsi Sumut di tahun 2008 difokuskan pada empat bidang yakni peningkatan percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan aksebilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan.

Kemudian, memperbaiki perekonomian daerah melalui revitalisasi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, kehutanan dan eningkatan akses masyarakat terhadap sumber-sumber pembiayaan dan akses sumber daya produktif lainnya serta menodorong peningkatan stabilitas politik, hokum dan keamanan dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Dijelaskannya, dengan penetapan prioritas pembangunan tersebut, maka akan berimplikasi kepada pengalokasian anggaran pada masing-masing prioritas pembangunan
yakni bidang infrastruktur (jalan.jembatan, pengairan, perhubungan dan penataan ruang) sebesar Rp 578,3 miliar. Pendidikan dan kesehatan (pendidikan, perpustakaan, Diklat, kesehatan dan rumah sakit jiwa) sebesar Rp 190,6 miliar, revitalisasi pertanian dalam arti luas sebesar Rp 159,77 miliar.

Menurutnya, Pempropsu juga berkomitmen untuk membangun lintas wilayah khususnya program pembangunan wilayah seperti program agropolitan dataran tinggi bukit barisan serta program agromarinepolitan pesisir, pulau-pulau kecil serta pulau terluar Sumut. Juga menjalankan program pembangunan seperti pengembangan daerah pariwisata toba dan penanganan sarana dan prasaranan jalan dan jembatan lintas kabupaten/kota.

Untuk tahun 2008, Bappeda Sumut memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan semakin membaik. Dan yang tak kalah penting Pempropsu sangat komit dalam rangka
mengatasi krisis energi listrik. Sehingga, Pempropsu bersama DPRD Sumut dengan sekuat tenaga mengusahakan adanya solusi jangka pendek dalam mengatasi krisis energi listrik antara lain dengan mendesak PT PLN untuk sewa genset, melakukan transfer
dara PT Inalum serta mempercepat realisasi pembangunan proyek power plant di Sumut sebab daerah ini lumbung energi besar di Indonesia.

RE Nainggolan mengakui, bahwa dalam perencanaan pembangunan di Sumut didapati berbagai kendala dalam pelaksanaannya. Kendala dan permasalahan itu antara lain masalah kapabilitas SDM aparatur sebagian masih rendah. Hal itu disebabkan berbagai factor seperti penempatan personil yang tidak tepat (right man on the right place) dan juga pelatihan dan training sebagai aparatur perencanaan yang masih kurang.

Selain itu, katanya, sarana dan prasarana pendukung suatu proses perencanaan yang baik dan efektif belum sepenuhnya tersedia seperti data base, pemetaan, perangkat keras (hardware) dan perangkan lunak (software) pendukung perencanaan seperti GIS dan
lainya.

Kendala lainnya, kata Nainggolan yakni permasalahan dari sisi perencanaan, penganggaran dan pencairan anggaran juga menjadi salah satu factor keterlambatan pembangunan di Propinsi Sumut. Hal itu diakibatkan berbagai factor seperti penetapan dan pengesahan Perda APBD dan perubahan APBD yang masih terlambat, baik pada tingkatan propinsi maupun kabupaten/kota.**

BENCANA tsunami dan gempa Aceh-Nias, Desember 2004, telah berlalu tiga tahun. Namun banyak murid masih belajar di tenda dan bangunan darurat, karena gedung sekolah mereka yang hancur diguncang gempa, belum juga dibangun.

Andri Zai, seorang di antara murid korban bencana yang hingga kini masih belajar di tenda darurat Sekolah Dasar (SD) Negeri 071020 Desa Awai, Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kabupaten Nias, Sumatera Utara (Sumut). Terdapat sebanyak 207 murid yang belajar di tenda darurat sekolah itu.

Tenda yang sudah memudar dan mulai berbocoran itu tidak mampu menampung murid sekaligus masuk belajar, sehingga murid harus bergantian. Kelas 1 hingga kelas 3 belajar pagi hari dan kelas 4 hingga kelas 6 belajar siang. Saat hujan turun, para murid terpaksa dipulangkan, karena ruang kelas mereka tergenang air hujan. Bahkan kalau hujan lebat, lokasi sekolah itu digenangi luapan sungai Awai.

Kepala Sekolah SD Negeri Awai, Waoiro Zega mengatakan pihak Badan PBB untuk Anak (The United Nations Childrens’s Fund/UNICEF) pernah berjanji akan membangun sekolah dasar yang dimpimpinnya. Pihak UNICEF telah merubuhkan gedung lama, namun hingga kini pembangunan gedung baru belum direalisasikan, katanya di Nias, pekan lalu.

Manager Komunikasi dan Informasi Publik Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias Perwakilan Nias Emanuel Migo mengatakan gedung sekolah SD Negeri Awai salah satu dari sejumlah sekolah yang batal dibangun pihak UNICEF. UNICEF sebelumnya telah membuat komitmen membangun sekolah itu, namun belakangan mereka membatalkannya. Kami baru bisa membangun sekolah itu pada 2008 mendatang, karena tahun ini tidak ada anggaran untuk itu, katanya Migo kepada Media Indonesia di Medan, Jumat, pekan lalu.

Sekolah SD Awai satu dari 723 gedung sekolah yang rusak berat akibat bencana tsunami dan gempa. Hingga September 2007 BRR mencatat gedung untuk sarana pendidikan yang telah dibangun baru 237 unit gedung yang terdiri atas 148 SD, 57 SMP, 27 SMA, dan 1 perguruan tinggi. Realisasi anggaran pendidikan 2005 sebesar Rp10,47 miliar, 2006 sebesar Rp85,92 miliar, dan 2007 sebesar Rp90,80 miliar. Untuk menyediakan fasilitas gedung sekolah dan pembangunan sektor pendidikan di Nias dan Nias Selatan pascabencana masih dibutuhkan dana yang jauh lebih besar lagi. Apalagi tingkat pendidikan dua kabupaten itu merupakan yang terendah di Provinsi Sumut.
Masa Berakhir BRR
Selain sektor pendidikan, BRR mencatat kerusakan akibat bencana itu antara lain 79.000 unit rumah, 12 unit pelabuhan dan dermaga, 403 unit jembatan, 800 kilometer jalan kabupaten, 266 kilometer jalan provinsi, 761 unit bangunan publik, 2 unit rumah sakit, 173 puskesmas, 170 polindes, 219 pasar tradisional termasuk toko dan kiosnya, 1.938 rumah ibadah, dan 90% mata pencaharian penduduk terganggu khusus nelayan dan petani.

Untuk membangun kembali kerusakan akibat bencana itu agar lebih baik dari kondisi semula, dibutuhkan dana sekitar Rp10 triliun. Padahal setahun lagi, tepatnya April 2009 BRR telah berakhir dan realisasi dana sejak 2005 hingga 2007 baru mencapai Rp1.48 triliun.
Kepala BRR Perwakilan Nias William P Sabandar mengatakan secara efektif, program BRR sebenarnya hanya tinggal satu tahun anggaran lagi pada tahun 2008. Apa yang kami lakukan sekarang fokus pada pengembangan infrastruktur ekonomi, seperti transportasi. BRR hanya akan mengerjakan sektor-sektor yang strategis. Dana dan kemampuan BRR terbatas dan tidak mungkin semua masalah dapat diatasi sendiri BRR. Pemerintah Daerah perlu berperan serta yaitu dengan cara mengarahkan sumber daya yang ada pada bidang-bidang yang belum ditangani BRR, kata William.

Hingga saat ini, baru sebagian dari kerusakan akibat tsunami dan gempa itu yang telah dibangun atau diperbaiki, antara lain 12.515 unit rumah, 136 km jalan kabupaten, 356 km jalan provinsi, 2 unit bandara, 4 unit terminal bus, 5 unit pelabuhan, 28 lokasi sistem jaringan irigasi teknis, 104.299 meter pipa air bersih, 2 unit rumah sakit yakni Rumah Sakit Gunungsitoli dan Rumah Sakit Lukas Teluk Dalam, 16 unit puskesmas, 12 unit puskesmas pembantu, 85 unit polindes, dan 72 unit pasar tradisional.

Untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, pihak BRR memberikan bantuan keuangan langsung (BLM) untuk 500 kepala keluarga dengan total nilai Rp1 miliar, modal usaha untuk 480 usaha kecil menengah sebesar Rp2,4 miliar, bantuan modal lembaga keuangan masyarakat (LKM) Rp6 miliar, intensifikasi padi 500 hektare (ha), intensifikasi karet 250 ha, ekstensifikasi karet 74 ha, intensifikasi kakao 250 ha, intensifikasi jagung 250 ha, intensifikasi cabe 60 ha. BRR juga melakukan pemberdayaan peternakan ayam dan babi dan telah membangun dua unit rumah potong hewan. Untuk melakukan pembangunan ini, pihak BRR Perwakilan Nias telah merealisasikan pengunaan dana 2005 sebesar Rp297,94 miliar (73,33%), 2006 sebesar Rp662,73 miliar (69,08%), dan 2007 hingga November sebesar Rp519,91 miliar (55.64%).

Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Kebijakan (Elsaka) Sumut, lembaga yang melakukan pendampingan di Nias, Effendi Panjaitan menilai BRR tidak mampu melakukan pembangunan yang berdampak pada masa depan Nias yang lebih baik. Dana yang begitu besar (mencapai triliunan rupiah) yang dikelola, tapi pembangunan yang dilakukan BRR tak berdampak pada perbaikan ekonomi dan kemajuan Nias, katanya pada seminar penyiapan masyarakat Nias menghadapi masa pascarehabilitasi dan rekonstruksi di Nias, baru-baru ini.

Effendi juga menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nias dan Nias Selatan juga belum siap menghadapi berakhirnya mandat (pasca) BRR. Kesiapan itu tidak hanya siap menerima peralihan aset dan kewenangan, tapi kesiapan itu sangat menyangkut dukungan anggaran yang sangat terkait dengan pemerintah pusat dan donor, sumber daya manusia, dan payung hukum, katanya.

Bupati Nias Binahati Baeha mengatakan Pemkab Nias telah siap menerima proses peralihan semua program dan kegiatan BRR dan stakeholder lainnya. Kami telah menyurati Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) agar Nias menjadi perhatian jangan pada saat rekonstruksi saja, tapi sekalipun mandat BBR telah berakhir, Nias harus tetap jadi perhatian. Kami sudah melakukan langkah-langkah untuk itu antara lain membuat sekretariat bersama, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, dan melakukan manajemen aset, katanya.**

MEDAN (kennortonhs): Kesetiakawanan sosial harus dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata agar mampu menyelesaikan permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran. Salah satu prakarsa masyarakat yang dapat dijadikan contoh adalah gerakan nasional donor darah sukarela melalui perhimpunan donor darah Indonesia.

“Kegiatan ini (donor darah) dapat menggugah dan mengajak masyarakat untuk memiliki kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama. Saya menyatakan gerakan nasional kesetiakawanan sosial pada tahun ini di kota Medan, saya serukan gerakan nasional donor darah sukarela,” kata Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara puncak HKSN 2007 di Lapangan Merdeka, Medan, Rabu (19/12).

Yudhoyono mengatakan gerakan ini selain dimaksudkan agar kegiatan donor darah menjadi budaya masyarakat juga sebagai bentuk dari kerelaan berkorban, saling tolong menolong dan saling membantu, sebagai wujud nyata dalam menebarkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial.

“Setetes darah kita dapat menyelamatkan jiwa saudara-saudara kita yang memerlukan. Partisipasi sosial dari pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat luas dalam mewujudkan kesetiakawanan sosial dapat terus ditingkatkan. Semoga kesetiakawanan sosial dapat membawa bangsa kita bangkit menuju kejayaan di masa depan,” kata Yudhoyono.
Menurut Yudhoyono menjadikan kesetiakawanan sosial sebagai nilai karakter dan jati diri bangsa yang harus terus dilekatkan agar tidak sekadar menjadi wacana. “Thema Kesetiakawanan Sosial Mewujudkan Masyarakat Sejahtera, saya anggap penting dan sejalan dengan nilai-nilai ajaran agama yang tadi saya kemukakan, katanya.

Pada acara itu, Yudhoyono melakukan penyerahan penganugerahan Setiakawanan Award, pemberian piagam penghargaan kepada perwakilan Karang Truna, pekerja sosial masyarakat, dan organisasi sosial berprestasi. Yudhoyono juga melakukan penganugerahan Satyalecana Kebaktian Sosial, Satyalecana Karya Satya 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun, serta penyerahan secara simbolis bantuan 100 unit kursi roda kepada Elyus dan Marihot Situmorang dari dewan pimpinan daerah perhimpunan penyandang cacat Indonesia.

Menteri Sosial RI Bachtiar Chamsyah mengatakan gerakan HKSN ini akan bergema sepanjang masa dan menjadikan tiada hari tanpa kesetiakawanan. “Peringatan HKSN ini menjadi pemacu bagi seluruh komponen bangsa untuk berbuat yang terbaik melakukan usaha-usaha sosial demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan bathin,” katanya.
Dalam rangka HKSN tahun 2007 ini, panitia mengadakan donor darah 600 orang di Departemen Keuangan Sumut, operasi bibir sumbing di rumah sakit Sari Mutiara Medan sebanyak 300 orang dan pemeriksaan ibu hamil, program immunisasi bagi ibu yang baru melahirkan, dan sunatan massal sebanyak 1000 orang.

“Kami juga melakukan pembangunan rumah sederhana sejak Oktober sampai saat ini sebanyak seribu rumah di daerah kumuh di Martubung, Kota Medan. Itu tanpa uang muka dengan angsuran per bulan sebesar Rp 180.000. Ini dikerjakan oleh Departemen Sosial, Dewan Koperasi Indonesia, Pemrov Sumut, Pemkot Medan, dan Perum Perumnas,” kata Ketua Umum Panitia HKSN 2007 Bambang W Soeharto.

Sementara itu, Gubernur Sumut Rudolf M Pardede menyambut gembira kedatangan Presiden dalam acara itu yang menunjukkan kecintaan Presiden pada Kota Medan. “Presiden sudah datang ke Medan 14 kali sejak Desember 2004. Ini menunjukkan kecintaan pada daerah ini,” kata Gubernur.

Dalam acara itu, Presiden memberikan tanda kehormatan kepada sejumlah tokoh atas jasanya yang besar dalam peri kemanusiaan, khususnya dalam usaha kesejahteraan sosial seperti donor darah dan bencana alam. Tokoh-tokoh itu adalah Bupati Ogan Ilir Sumsel Mawardi Yahya, Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) 1 Koarmabar sebagai Satgas Bencana Alam Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias Laksamana Pertama Sadiman, Direktur Yayasan Lembaga Penelitian Masyarakat Kendari Meti Djamaludin Safaa, Sulawesi Uara, dan pimpinan perusahaan Star Foundation Medan Iskandar.**

MEDAN (kennortonhs): Ratusan warga yang melakukan unjuk rasa merobohkan gerbang Kantor Wali Kota Medan, karena dilarang memasuki gedung itu, Kamis pagi (22/11). Para pengunjuk rasa yang menamakan dirinya Masyarakat Medan Peduli mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menuntaskan kasus dugaan korupsi Wali Kota Medan Abdillah.

Pengunjuk rasa itu juga sempat bentrokan dengan petugas keamanan Pemerintah Kota (Pemkot) Medan yang melakukan penghadangan dengan pagar betis. Hingga siang, tidak ada korban luka-luka pada peristiwa itu.

Perobohan gerbang bermula ketika pengunjuk rasa yang hendak memasuki halaman Kantor Wali Kota Medan dihadang para petugas keamanan dengan menutup gerbang. Gerbang model sorong dengan ukuran sekitar 4 meter ditutup dan petugas keamanan pun berbaris menahan gerbang tersebut. Namun karena jumlah pengunjuk rasa jauh lebih banyak, aksi dorong yang dilakukan pengunjukrasa akhirnya merobohkan gerbang tersebut.

Setelah gerbang roboh, petugas keamanan berbaris saling bergandengan dengan membentuk pagar betis menghadang pengunjukrasa di gerbang tersebut. Saat itu sempat terjadi aksi dorong antara pengunjukrasa dan petugas keamanan. Hadangan petugas keamanan akhirnya membuat pengunjukrasa hanya berunjuk rasa di luar gerbang Kantor Wali Kota Medan.

Dalam pernyataan sikap, para pengunjuk rasa meminta KPK agar menahan Wali Kota Medan Abdillah terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran. KPK dengan tegas telah menyatakan Wali Kota Medan Abdillah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran. Itu sudah diketahui masyarakat Kota Medan, tapi sampai saat ini KPK belum melakukan penahanan terhadap Abdillah, kata Daniel, seorang pengunjuk rasa yang melakukan orasi di halaman Kantor Wali Kota Medan.

Para pengunjuk rasa meminta KPK agar menuntaskan kasus Wali Kota Medan Abdillah guna mewujudkan kepastian hukum. Kasus ini harus segera dituntaskan agar tidak mengganggu kinerja Pemkot Medan. Saat ini kinerja Pemkot Medan sangat buruk tidak mampu mengatasi kemacetan lalu lintas dan banjir pada saat hujan. Ini kemungkinan besar diakibatkan Abdillah tak lagi konsentrasi menjalankan pemerintahan, karena lebih banyak mengurus kasusnya, kata Daniel.

Para pengunjuk rasa membawa sejumlah poster dan spanduk bertuliskan antara lain Tahan Wali Kota Medan Abdillah dan Tuntaskan Kasus Abdillah untuk Mewujudkan Kepastian Hukum. Sebelum berkumpul di halaman Kantor Wali Kota Medan, mereka melakukan aksi jalan kaki sepanjang 500 meter dari Jalan Pengadilan Medan menuju Kantor Wali Kota Medan.

Untuk kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran, Pemkot Medan menganggarkan dalam APBD tahun 2005 sebesar Rp12 miliar hanya untuk satu unit mobil pemadam kebakaran.

Beberapa waktu lalu, KPK telah menyatakan Wali Kota Medan Abdillah sebagai tersangka kasus itu dan akibat kasus itu Abdillah juga dicekal (cegah dan tangkal).**

MEDAN (@ken): Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Rudolf M Pardede mengajukan Wakil Bupati Makmur Saleh Barasa kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar dijadikan sebagai Bupati Pakpak Bharat definitif. Itu mengacu pada keputusan paripurna DPRD Pakpak Bharat yang menyatakan bupati setempat almarhum Muger Hery Immanuel Berutu berhalangan tetap sejak 27 April 2007 karena meninggal dunia.

“Keputusan DPRD Pakpak Bharat dan Pengajuan Gubernur Sumut tersebut sebagai legalisasi bagi Mendagri untuk membuat surat keputusan pengangkatan Wakil Bupati Makmur Saleh Barasa menjadi Bupati Pakpak Bharat definitif periode 2005-2010. Itu sudah dikonfirmasi kepada Assisten I Setda Pemprov Sumut Hasiholan Silaen,” kata Kepala Badan Infokom Provinsi Sumut Eddy Syofian di Medan, kemarin.

Eddy mengatakan posisi jabatan Wakil Bupati selanjutnya setelah keluar surat keputusan Mendagri yang akan menetapkan Makmur Saleh sebagai bupati definitive. “Itu telah diatur secara tegas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian kepala daerah, yang merupakan peraturan organik UU Nomor 35 Tahun 2005,” katanya.

Dalam peraturan yang telah mengakomodasi ketentuan hasil mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung (Polkadasung) oleh rakyat tersebut, ujar Edy, jelas diatur apabila kepala daerah berhalangan tetap maka secara otomatis wakilnya ditetapkan menjadi kepala daerah untuk meneruskan priode berjalan.

“Selanjutnya untuk mengisi jabatan wakil kepala daerah yang lowong maka setelah keluar penetapan wakil bupati menjadi bupati definitif oleh Mendagri kemudian partai politik (parpol) yang mengajukan pasangan calon tersebut pada Pilkada yang lalu akan mengusulkan dua nama calon wakil bupati untuk dipilih salah satunya oleh DPRD setempat untuk diteruskan kepada Mendagri melalui gubernur,” katanya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut Irham Buana Nasution mengatakan pengisian jabatan wakil kepala daerah di atas 18 bulan sebelum berakhir periodeisasi wajib hukumnya menurutnya ketentuan. “Jadi tidak ada alasan untuk tidak mengisi jabatan wakil yang kosong tersebut dan ini adalah hak parpol. Apabila pemerintah kabupaten tidak mengisinya berarti Pemkab tersebut tidak mematuhi ketentuan undang-undang,” ujarnya.

Ditanya bagaimana seandainya DPRD tidak mau memproses pengisian jabatan wakil dimaksud Irham Buana mengemukakan yang penting parpol yang dulu mengajukan paket ini ajukan saja dua nama pengganti kepada DPRD dan bagi DPRD adalah suatu kewajiban untuk memprosesnya. “Jadi setelah parpol mengajukan dua nama, jika DPRD tidak memproses, Mendagri tentu akan dapat mengambil sikap,” ujarnya.**


MEDAN (@ken): Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) mulai menyidik kasus dugaan korupsi Bupati Toba Samosir Monang Sitorus senilai Rp3 miliar. Dana itu diduga diambil Monang Sitorus secara bertahap dari Kas Daerah 2006 dengan alasan biaya panjar pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK).

 

Direktur Reserse Kriminal (Reskrim) Polda Sumut Komisaris Besar (Kombes) Ronie F Sonpie mengatakan pihaknya telah memintai keterangan sejumlah saksi yang berkaitan dengan kasus tersebut. Pengumpulan bukti-bukti juga sedang dilakukan pihak Polda.

            “Kalau bukti-bukti dan keterangan saksi sudah cukup, kami akan memohon izin kepada Presiden untuk dapat memanggil Bupati Tobasa (Monang Sitorus) selaku tersangka,” kata Sonpie kepada @ken di Medan, kemarin.

 

Direktorat Reskrim (Ditreskrim) Polda Sumut telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama tersangka Monang Sitorus (Bupati Toba Samosir) kepada pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut pada 16 Mei 2007 lalu.

 

SPDP menyatakan bahwa pada 5 Juli 2006 pihak Ditreskrim telah mulai menyidik kasus tindak pidana yang melibatkan tersangka Monang Sitorus. Monang Sitorus selaku Bupati diduga melakukan perbuatan hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan  menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara dengan cara melakukan pengeluaran uang dari Kas Daerah sebesar Rp3 miliar untuk kepentingan pribadi membeli cek perjalanan BRI. Hal ini perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 3 UU Nomor 20 Tahun  2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Kepala Humas Kejati Sumut AJ Ketaren mengatakan pihaknya telah menerima SPDP kasus dugaan korupsi tersangka Monang Sitorus. “Dengan adanya
surat SPDP ini, Monang Sitorus sudah dinyatakan tersangka,” katanya kepada @ken di Medan, kemarin.

Sudiarto Tampubolon dari Kantor Hukum Investigasi selaku pelapor  mengharapkan pihak aparat hukum serius menangani kasus dugaan korupsi Bupati Monang Sitorus. “Kasus dugaan korupsi yang kami laporkan sesuai dengan amanah undang-undang (UU Nomor 31 Tahun 1999) yang berlaku yang menyebutkan partisipasi warga negara untuk memerangi korupsi,” katanya di
Medan.**

oleh Kennorton Hutasoit

KUBURAN pun dikenakan pajak di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Pekuburan Tionghoa Yayasan Marga Ong di Jl Medan -Tanjung Morawa Kilometer (Km) 13, satu di antara belasan pekuburan Tionghoa yang dikenakan pajak.

Afeng, 45, petugas Yayasan Marga Ong keberatan terhadap pemungutan pajak itu. Tapi apa daya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang tetap memungut pajak kuburan bersenjatakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pajak Luas dan Kemewahan/Penghiasan Kuburan.

Terdapat puluhan kuburan di Yayasan Marga Ong. Ukuran pekuburan itu bervariasi yaitu lebar 4 meter (m), panjang 5 m; lebar 6 m, panjang 8 m; dan lebar 8 m, panjang 12 m. Di areal yang luas sedikitnya dua hektare itu terdapat juga tempat penyimpanan abu kremasi. Semua kuburan dan PBB dikenakan pajak.

“Dengan adanya Perda itu (Perda Nomor 26 Tahun 2000), pihak keluarga yang anggota keluarganya dikuburkan di sini wajib membayar pajak. Padahal, Yayasan sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),” kata Afeng kepada Media Indonesia di lokasi pekuburan itu, Sabtu pekan lalu.

Ketua Paguyuban Sosial Marga Tiongoa (PSMTI) Medan Karya Elly menilai Perda Nomor 26 Tahun 2000 itu salah satu bentuk diskriminasi terhadap Tionghoa. Menurut catatan PSMTI terdapat belasan yayasan yang mengelola pekuburan di Kabupaten Deli Serdang. “Seluruh yayasan itu wajib membayar PBB dan pajak kuburan. Perda itu tak masuk akal, sebab siapa pun tahu kuburan itu bukan barang mewah,” katanya pada seminar tentang Mengkritisi Perda tentang Pajak Retribusi Kuburan di Medan, Sabtu pekan lalu.

Pasal 1 huruf f Perda Nomor 26 Tahun 2000 menyebutkan Pajak yang dimaksud pajak luas dan kemewahan/penghiasan kuburan adalah pungutan daerah setiap kuburan yang melebihi panjang dua meter dan lebar 1,75 meter.

Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Deli Serdang Poltak Tobing mengatakan Perda itu dimaksudkan untuk membatasi pemakaian lahan yang tak produktif. “Kuburan yang dikenakan pajak yaitu kuburan yang melebihi ukuran yang diatur dalam Perda yaitu panjangnya 2,5 m, lebar 1,5 m, dan kedalaman 1,5 meter. Kalau lebih dari itu dikenakan pajak karena dianggap kemewahan. Ini membatasi agar areal yang produktif jangan dijadikan kuburan sehingga tidak produktif lagi,” katanya.

Agustrisno, staf pengajar Departemen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU mengatakan untuk membuat standarisasi istilah luas dan kemewahan pada sebuah kuburan dan sekaligus menghindari konflik diperlukan suatu resolusi seperti dialog. “Pandangan masyarakat Tionghoa memelihara kuburan orang mati dengan harapan yang dimakamkan itu tidak mengalami kesengsaraan di dalam kuburan. Kuburan penuh gaya arsitektur sesuai Feng Shui dan Hong Shui. Pada hari Cheng Beng, Tionghoa berkumpul di makam orang tuanya untuk membersihkan, memelihara, dan menghormati arwah orang tua mereka. Ada juga yang berpendapat bahwa pemeliharaan kuburan merupakan ungkapan terimakasih yang berkaitan dengan Hau (bakti) kepada orangtua,” katanya.

Oleh karena itu istilah luas atau mewah sebuah kuburan sebagaimana yang dimaksud pihak yang berwenang pada Perda Nomor 26 Tahun 2000 itu belum tentu benar bagi masyarakat Tionghoa. “Bagi mereka (masyarakat Tionghoa bentuk sebuah kuburan adalah ungkapan atau ekspresi metafisis-religius bukan untuk menunjukkan kemewahan atau gengsi sosial, tetapi lebih mengarah pada sikap bakti (hau) kepada keluarga yang sudah mati,” katanya.

Pajak kuburan juga bertentangan dengan hukum Islam. Guru Besar Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara Nur A Fadhil Lubis mengatakan tanah kuburan umum, dan sebagian kuburan keluarga, berstatus benda wakaf. Sebagai benda wakaf maka pengaturan tentang pekuburan jenis ini sesuai dengan wakaf, umumnya. Ini termasuk ketentuan bahwa benda wakaf tidak dikenakan pajak. “Inilah sebabnya juga pajak terhadap kuburan tidak dikenal dalam pemikiran maupun pengamalan hukum Islam. Sedangkan retribusi terhadap pelayanan terntentu bagi kepentingan kuburan merupakan bagian dari yang ditentukan melalui jalur musyawah,” katanya.

Menurut Fadhil Perda Pajak/Retribusi Kuburan Kabupaten Deli Serdang sebaiknya ditinjau ulang dengan lebih seksama dan dengan mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat serta didasarkan atas asas keadilan, kemaslahatan, dan permusyawaratan.
Wakil Ketua Laboratorium Konstitusi Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Faisal Akbar Nasution menilai Perda Nomor 36 Tahun 2000 itu bertentangan dengan azas hukum yang berlaku. “Pasal 1 huruf f Perda Nomor 26 Tahun 2000 bertentangan dengan pasal 3 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menyatakan bahwa objek pajak yang tak dikenakan PBB adalah objek pajak yang … pada huruf b digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu,” katanya.

Perda Nomor 26 Tahun 2000 ini juga bertentangan dengan pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2000 yang menyebutkan objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan memunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. “Apakah meninggal dunia dan dikuburkan pada pemakaman umum yang terdapat pada daerah kabupaten/kota memang benar hanya penduduk/kabupaten Deli Serdang. Praktiknya, banyak orang yang meninggal dunia dikebumikan di luar domisili tempat ia semula bertempat tinggal,” katanya.

Komisi A DPRD Kabupaten Deli Serdang dari Fraksi Golkar Siswo Adi Suwito selaku Panitia Khusus (Pansus) mengatakan pihaknya akan segera mencabut Perda tersebut. “Kami akan membahas revisi Perda yang nantinya mengatur kuburan yang sesuai ukuran tak dikenakan pajak,” katanya.

Sikap desakan mencabut Perda Nomor 26 itu juga disampaikan Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Deli Serdang Janwar Juandi. “Perda ini tak mengacu pada prinsip-prinsip keadilan. Yang menyediakan kuburan itu yayasan bukan pemerintah, tapi Pemkab Deli Serdang mengutip pajak. Padahal Pemkab itu sendiri sudah mengutip PBB dari pihak yayasan, tapi juga mengutip pajak dari keluarga yang mati yang ada di kuburan. Ini namanya memajak orang mati. UU kita tak mengenal pajak untuk orang mati,” katanya.**
Diliput Sabtu, 3 March 2007

oleh Kennorton Hutasoit

Samin Jantan, 50. Penduduk desa Taiwan itu bekerja sebagai nelayan. Ia seorang penduduk miskin dari ratusan penduduk miskin yang ada di Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Desa tempat tinggalnya sekitar 70 kilometer dari Kota Medan, ibu kota Provinsi Sumut. Sejak kecil kehidupannya di tepi pantai pesisir Timur Kabupaten Serdang Bedagai. Pria berkulit hitam setinggi 160 meter berfostur sedang, itu telah melaut selama 30 tahun lebih.

“Sejak kecil saya tinggal di kampung ini. Kalau di rumah ini, kami tinggal setelah berkeluarga. Kami sudah tinggal puluhan tahun di sini,” kata pria berambut ikal dengan tipikal alis mata putih. Ia tinggal di sebuah rumah berukuran delapan meter persegi dengan dinding tepas. Atapnya rumbia. berlantai tanah. Penghasilannya tak mencukupi kebutuhan keluarga. Sebab ia baru bisa melaut kalau cuaca memungkinkan.

“Biasanya kalau cuaca bagus, tangkapan ikan lebih banyak. Itupun maksimal dapat Rp100 ribu per minggu. Kadang kalau badai, kami gigit jari. Hasil tangkapan ikan pun tak cukup membeli bahan bakar minyak (BBM). Kadang perkiraan kami meleset, kami perkirakan tak badai setelah di tengah laut ternyata badai,” katanya di Serdang Bedagai, Sabtu lalu.

Terdapat puluhan nelayan yang nasibnya hampir sama dengan Samin. Penghasilan mereka pas-pasan dan rumah mereka terbuat dari dinding tepas. Di tengah kemiskinan yang menimpa para nelayan itu, ada juga sejumlah rumah mewah beton yang menyilaukan bagi para nelayan.
Berdasarkan data Pemprov Sumut, terdapat sekitar 46.562 rumah tangga miskin atau sekitar 33,11 persen dari 140.623 rumah tangga yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan jumlah penduduk miskin sekitar 74.710 jiwa atau sekitar 12.34 persen dari 605.630 penduduk kabupaten tersebut.

Penduduk di sepanjang pantai yang bekerja sebagai nelayan merupakan kantong-kantor kemiskinan di Sumut. Penduduk miskin juga menyebar di daerah-daerah (25 kabupaten/kota) lainnya di Sumut. Selain nelayan, penduduk miskin lainnya bekerja sebagai petani dan buruh perkebunan.

Jumlah penduduk miskin Sumut terus meningkat. Pada 2006 meningkat dari 1.806.060 jiwa menjadi 1.979.702 jiwa pada 2007. Saat ini (2007) penduduk miskin sekitar 15.66 persen dari total 12.64 juta jiwa penduduk Sumut.

Dari sudut jumlah, penduduk miskin terbanyak secara berurutan yaitu di Kabupaten Langkat (199.240 orang atau 19,65%), Kabupaten Simalungun (162.110 orang atau 19,39%), dan Medan (160.650 orang atau 7,77%).

Kalau dilihat dari persentase kemiskinan, kabupaten termiskin ialah Kabupaten Nias Selatan dengan persentase penduduk miskin sekitar 37.66% dengan jumlah rumah tangga miskin 39.339 rumah tangga atau sekitar 78,72% dari totak 49.975 rumah tangga. Urutan kedua ditempati Kabupaten Nias dengan persentase penduduk miskin 36,19% dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 61.660 rumah tangga atau sekitar 75,90% dari total 81.242 rumah tangga.

Seluruh Fraksi di DPRD Sumut (Fraksi Golkar, PDIP, PPP, PDS, PKS, FBR, dan PD) menyoroti persoalan kemiskinan ini. Mereka menilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Sumut belum mengacu pada skala prioritas untuk mengentaskan kemiskinan.

“Sama sekali tidak ada keberpihakan Pemprov terhadap mereka (petani). Sebagai contoh pengadaan bibit kelapa sawit dan karet tak sampai Rp100 juta. Padahal belanja pegawai di Biro Keuangan Pemprov Sumut mencapai Rp3,5 miliar. Ini sangat ironis,” kata Juru Bicara Fraksi PPP Nailul Amali di Kantor DPRD Sumut, pekan lalu.

Pendapatan Daerah Pemprov Sumut 2007 Rp2.462,1 miliar (Rp2,4 triliun). Sedangkan Belanja Daerah Rp2.717,8 miliar (Rp2,7 triliun). RAPBD Sumut defisit Rp255,6 miliar. “Anggaran untuk sektor pertanian hanya sekitar Rp30 miliar. Untuk sektor perikanan dan kelautan tak lebih dari Rp20 miliar. Ini menunjukkan tidak adanya keberpihakan Pemprov Sumut terhdap petani dan nelayan. Anggaran ini hanya segelintir dari APBD,” kata Hidayatullah, Anggota Panitia Anggaran DPRD Sumut dari Fraksi PKS.

Menurut Hidayatullah pihak politisi (DPRD) juga belum berpihak pada kepentingan rakyat, karena tak ada kesamaan persepsi mendesak Pemprov Sumut agar memrioritaskan pengentasan kemiskinan. “Sampai saat ini belum ada kesamaan persepsi yang menyatakan anggaran yang ideal untuk pengentasan kemiskinan dalam hal ini petani dan nelayan,” katanya.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut RE Nainggolan berkilah bahwa prioritas utama Sumut ialah pembangunan infrastruktur. “Pembangunan infrastruktur itu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Sumut,” katanya.**
Diliput 30 Maret 2007

SEJUMLAH massa berunjuk rasa mendesak Dinas Tata Kota dan Bangunan (TKTB) Pemerintah Kota (Pemkot) Medan agar menertibkan bangunan-bangunan bermasalah. Mereka yang menamakan diri LSM Bintang Rakyat dan Forum Peduli Keadilan Medan melakukan orasi di Kantor TKTB Medan, Kamis pekan lalu.

Para pengunjuk rasa membawa poster dan spanduk bertuliskan Dinas TKTB Medan ‘Sarang KKN’ (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Mereka menuding Dinas TKTB Medan bertindak diskriminatif melakukan pembongkaran bangunan-bangunan bermasalah di Medan .

“Dinas TKTB Medan sampai saat ini tak membongkar rumah mewah Jl Berastagi Nomor 8 Medan, padahal izin mendirikan bangunan (IMB) bangunan itu bermasalah. Warga di sekitar rumah mewah itu pun ada yang keberatan. Kenapa bangunan di Jl Gaperta yang memiliki IMB, tapi karena ada tetangganya keberatan, TKTB berani membongkarnya. Ini indikasi terjadi praktik suap,” kata Jhoni selaku Koordinator Aksi di Medan, kemarin.

Keberadaan bangunan rumah mewah Jl Berastagi yang bermasalah ini telah menjadi perhatian publik. Kasus ini telah dibahas di Gedung DPRD Kota Medan . Sekretaris Komisi D DPRD Kota Medan Ahmad Parlindungan mengatakan pihaknya telah meminta agar Wali Kota Medan memerintahkan Dinas TKTB membongkar rumah mewah Jl Berastagi itu. “Selain IMB rumah itu bermasalah, pihak warga setempat juga keberatan. Ini sudah cukup menjadi dasar melakukan pembongkaran terhadap rumah mewah Jl Berastagi itu,” katanya.

Rumah mewah itu berlantai tiga dengan lebar delapan meter. Keberadaan bangunan rumah itu telah mengambil alih areal gang kebakaran. “Di lapangan kami tidak menemukan plang IMB. Bangunan itu juga telah berubah fungsi dari ruko menjadi rumah mewah tempat tinggal,” katanya.

Wali Kota Medan juga telah memerintahkan secara lisan kepada Kepala Dinas TKTB untuk mengambil tindakan jika memang bangunan tersebut menyalahi izin. Perintah lisan juga disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Medan Afifuddin Lubis dan Ketua DPRD Medan Syahdansyah Putra agar pihak Dinas TKTB membongkar rumah Jl Berastagi tersebut. Namun, Kepala Sub Dinas Pengawasan dan Penertiban Nistoharjoyo yang biasa dipanggil Tohar selaku pihak yang berwenang belum mengambil tindakan.

Kasus serupa terjadi pada satu unit bangunan tanpa IMB di Jalan Putri Hijau, Komplek Sarimas No 2-H, Kelurahan Silalas, Medan . Kendati warga setempat Witekjau Kisanaga telah melaporkan rasa keberatannya terhadap keberadaan bangunan itu pada 23 Mei 2006 lalu, pihak Dinas TKTB belum melakukan tindakan sampai saat ini.

Pembongkaran
Pada Maret 2006, pihak Dinas TKTB telah membongkar paksa 72 bangunan menyalahi IMB dan bangunan yang tidak memiliki IMB di sejumlah kawasan Kota Medan. Bangunan yang dibongkar antara lain bangunan rumah tempat tinggal di Jalan Sutomo No .47 dan bangunan ruangan kerja dan bengkel mobil di Jalan Gaharu.

Tahun sebelumnya Dinas TKTB membongkar paksa 381 bangunan bermasalah di sejumlah lokasi di Medan antara lain di Jalan AR Hakim No. 19. Bangunan-bangunan itu dibongkar karena IMB dan keberadaannya bermasalah. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2002 tentang Retribusi IMB, pasal 18 ayat (1) menyatakan bangunan dapat dibongkar apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan atau tidak memiliki izin.

Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) Azhari AM Sinik mengatakan selama 2006/2007 pihaknya menemukan 156 bangunan bermasalah di Kota Medan . Bangunan tersebut terkait berbagai pelanggaran IMB, izin peruntukan, dan penggelapan pajak.
Bangunan-bangunan bermasalah ini terdapat di Medan Timur, Medan Kota, Medan Sunggal, Medan Area, Medan Perjuangan, Medan Marelan, dan kawasan strategis lainnya di inti kota.
Berdasarkan Perda Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2004 dan APBD Tahun
Anggaran 2005 Pemerintah Kota Medan telah menganggarkan penerimaan daerah yang berasal dari Retribusi IMB masing-masing sebesar Rp25,86 miliar dengan realisasi sebesar Rp26,23 miliar atau 101,42% pada 2004 dan Rp24,00 miliar dengan realisasi hingga bulan Agustus 2005 sebesar Rp16.09 miliar atau 67,05% pada 2005.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Pemkot Medan pada anggaran 2004/2005 terjadi ketidakcermatan pihak Dinas TKTB yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp42,33 juta. Kurangnya setoran retribusi ini erat kaitannya dengan kelalaian dan dugaan praktik suap pihak pemilik bangunan kepada petugas TKTB saat melakukan penarikan retribusi..

Potensi kerugian sekitar Rp42,33 juta itu berkaitan dengan perhitungan wajib pajak retribusi IMB Bangunan Grand Palladium di Jl Kapten Maulana Lubis; Bangunan milik William Jo di Jl Wali Kota /Jl.Ir. H. Juanda; Bangunan Merdeka Walk Tahap II di Jl Balai Kota ; Bangunan pagar milik Sudarmo Komala di Jl Mongonsidi/Jl. Dr. Cipto; dan Bangunan Restoran Ocean Pasific yang berlokasi di Belawan. Selain, meminta pihak Pemkot Medan menyetorkan kekurangan retribusi IMB ke kas daerah, pihak Pemkot juga diminta agar membongkar seluruh bangunan yang bermasalah tersebut.

Wali Kota Medan Abdillah kerap mengingatkan kepada warga, agar jangan mendirikan bangunan tanpa izin, karena kalau dilakukan pembongkaran bangunan, yang rugi adalah warga. “Pemkot Medan terus akan melakukan penataan kota ,” kata Walikota Medan Abdillah kepada wartawan di Medan , belum lama ini.

Kepala Sub Dinas (Kasubdis) Pengawasan, Dinas TKTB Nistoharjoyo kelabakan ketika ditanya wartawan berkaitan dengan kasus rumah mewah Jl Berastagi Nomor 8 yang terkesan tebang pilih dalam menindak bangunan-bangunan bermasalah. “Kami sudah menegor, tapi (rumah mewah Jl Berastagi) dibangun terus. IMB masih revisi, memang kalau dalam proses revisi IMB, gedung belum bisa dibangun. Ini sudah siap bangunannya bagaimana mau dibongkar,” kata Nistoharjoyo yang biasa dipanggil Tohar kepada wartawan di Medan , Kamis pekan lalu.

Tohar mengakui rumah persis di sebelah rumah mewah Jl Berastagi tersebut mengalami retak-retak. Pemilik rumah yang retak-retak keberatan terhadap rumah mewah Jl Berastagi itu. “Memang ada pihak yang keberatan satu keluarga. Sama seperti di Jl Gaperta satu keluarga juga yang keberatan. Sudah kami tindak, sudah kami stop, sudah segala macam, cuma dia (pemilik rumah mewah) yang membandal. Kami meminta supaya Perda (peraturan daerah) dirubah, biar pemilik rumahnya bisa ditangkap,” katanya dengan terbata-bata.
Tohar justru bersikap emosional terhadap wartawan. “Anda saja (wartawan) yang membongkarnya, bawa saja tim dan peralatan ini,” katanya menantang wartawan. (Kennorton Hutasoit/Yennizar Lubis)
Liputan 24/02/07

Medan (Kennortonhs): Hasil pengumuman Pelelangan Pembangunan Kantor Bupati Karo senilai Rp28 miliar diminta agar dibatalkan.  Masalahnya, pengumuman hasil evaluasi dokumen administrasi dan teknis yang dimenangkan PT Adi Mix  Pracetak Indonesia bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun  2003.

Panitia Lelang yang diketuai Chandra Tarigan mengumumkan hasil evaluasi itu pada 21 Mei  2007 pada pukul  18.30 Wib dengan menyatakan PT Adi Mix Pracetak Indonesia sebagai pemenang lelang. Empat peserta lainnya PT Paesa Pasindo Engineering, PT Waskita Karya, PT Lince Romauli, dan PT Budhi Graha dinyatakan gugur tanpa penjelasan dari pihak panitia. “Padahal pada pembukaan dokumen administrasi dan teknis, PT Adi Mix Pracetak Indonesia tidak memenuhi beberapa persyaratan antara lain tidak melampirkan jaminan penawaran dan dokumen asli jadwal pelaksanaan proyek,” kata Ir Saur Maruli Marbun sebagai perwakilan PT Paesa Pasindo Engineering selaku peserta pelelangan. 

Pada saat pembukaan dokumen administrasi dan teknis, Panitia tidak menemukan dokumen asli jaminan penawaran PT Adi Mix Pracetak Indonesia, namun secara tiba-tiba pihak perwakilan perusahaan tersebut memberikannya kepada Panitia Lelang.  “Ini merupakan tindakan post bidding yang artinya bahwa peserta lelang tidak diperbolehkan menambah atau mengurangi atau mengubah penawarannya setelah penawaran dibuka sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 Lampiran I Bab I  (C) 3a 2,” kata Marbun.

Ditegaskan juga, pada Lampiran I Bab I (C )  3a 5 Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 bahwa panitia atau pejabat pengadaan maupun peserta dilarang melakukan post bidding.   

Panitia Lelang juga tidak menemukan dokumen asli jadwal pelaksanaan, personil inti, dan daftar peralatan. Ketidaklengkapan dokumen PT Adi Mix Pracetak Indonesia dituangkan dalam berita acara pembukaan dokumen yang ditandatangani oleh saksi-saksi.**

 

 

Medan,  22 Mei  2007

 

Pelelangan Pembangunan Kantor Bupati Karo Senilai Rp28 Miliar Diminta Dibatalkan

 

Hasil pengumuman Pelelangan Pembangunan Kantor Bupati Karo senilai Rp28 miliar diminta agar dibatalkan.  Masalahnya, pengumuman hasil evaluasi dokumen administrasi dan teknis yang dimenangkan PT Adi Mix  Pracetak Indonesia bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun  2003.

 

Panitia Lelang yang diketuai Chandra Tarigan mengumumkan hasil evaluasi itu pada 21 Mei  2007 pada pukul  18.30 Wib dengan menyatakan PT Adi Mix Pracetak Indonesia sebagai pemenang lelang. Empat peserta lainnya PT Paesa Pasindo Engineering, PT Waskita Karya, PT Lince Romauli, dan PT Budhi Graha dinyatakan gugur tanpa penjelasan dari pihak panitia. “Padahal pada pembukaan dokumen administrasi dan teknis, PT Adi Mix Pracetak Indonesia tidak memenuhi beberapa persyaratan antara lain tidak melampirkan jaminan penawaran dan dokumen asli jadwal pelaksanaan proyek,” kata Ir Saur Maruli Marbun sebagai perwakilan PT Paesa Pasindo Engineering selaku peserta pelelangan.

 

Pada saat pembukaan dokumen administrasi dan teknis, Panitia tidak menemukan dokumen asli jaminan penawaran PT Adi Mix Pracetak Indonesia, namun secara tiba-tiba pihak perwakilan perusahaan tersebut memberikannya kepada Panitia Lelang.  “Ini merupakan tindakan post bidding yang artinya bahwa peserta lelang tidak diperbolehkan menambah atau mengurangi atau mengubah penawarannya setelah penawaran dibuka sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 Lampiran I Bab I  (C) 3a 2,” kata Marbun.

 

Ditegaskan juga, pada Lampiran I Bab I (C )  3a 5 Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 bahwa panitia atau pejabat pengadaan maupun peserta dilarang melakukan post bidding.  

 

Panitia Lelang juga tidak menemukan dokumen asli jadwal pelaksanaan, personil inti, dan daftar peralatan. Ketidaklengkapan dokumen PT Adi Mix Pracetak Indonesia dituangkan dalam berita acara pembukaan dokumen yang ditandatangani oleh saksi-saksi.**

 

 

 

 

           

 

           

 

Medan (Pemprov Sumut): Kepala Daerah serta pejabat publik diwajibkan melaporkan keterangan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan kinerjanya kepada publik. Teknis pertanggungjawaban kinerja ini antara lain lewat media massa .

“Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pertanggungjawaban Pejabat Publik Melalui Media Massa. Dengan PP ini, maka tidak ada alasan lagi bagi setiap pejabat publik untuk tertutup bagi wartawan,” ujar Kepala Badan Informasi dan Komunikasi (Bainfokom) Provsu Drs H Eddy Syofian MAP di kantor Bainfokomsu, Selasa (15/5).

Dengan peraturan pemerintah ini juga, lanjut Eddy Syofian, maka setiap kepala daerah baik gubernur maupun bupati dan walikota berkewajiban menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kinerja kepada tiga pihak. Pertanggungjawaban pertama disampaikan kepada Presiden melalui Mendagri (bagi gubernur) dan Mendagri melalui gubernur (bagi bupati/walikota).

Keterangan pertanggungjawaban kedua disamnpaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui sidang paripurna. “Dan yang ketiga adalah keterangan pertanggungjawaban kepada publik lewat media massa ,” terang Eddy Syofian.

Dikatakan Eddy, saat ini tidak ada alasan lagi bagi setiap pejabat publik untuk takut memberikan keterangan kepada wartawan karena hal itu juga menyangkut pertanggungjawaban kepada publik. “Khusus di Provinsi Sumatera Utara, kita juga tidak menerapkan informasi satu pintu hanya dari Badan Infokom Provsu. Silakan wartawan meminta keterangan langsung kepada unit kerja menyangkut program dan kinerja masing-masing,” sebut Eddy.

Sekaitan dengan keluarnya PP Nomor 3 Tahun 2007 ini, imbuh Eddy, pihaknya berencana membangun capacity building para pejabat publik tentang bagaiman sesungguhnya berkomunikasi lewat media massa. “Kita harapkan nantinya setiap pejabat publik bisa sekaligus menjadi humas,” ujar Eddy.

Selain bagi pejabat publik, lanjutnya, peningkatan pengetahuan dan wawasan ini juga diharapkan bisa dilakukan kepada para insan pers, terutama menyangkut peraturan dan perundang-undangan. “Dengan demikian informasi yang disiarkan tidak menjadi bias. Lebih dari itu, masyarakat juga perlu mengetahui ukuran-ukuran keberhasilan sebuah kinerja pemerintah sehingga tidak muncul kesan seolah-olah pemerintah tidak berbuat apa-apa,” katanya.

Badan Informasi dan Komunikasi Provsu sendiri, tambah Eddy Syofian, akan membuka Pusat Informasi Publik (PIP) pada tahun ini, di mana masyarakat bisa mengakses lebih 200 item tentang pelayanan pemerintah kepada publik. “Kini eranya transparansi. Jadi masyarakat juga harus tahu apa hak dan kewajibannya. Pemerintah juga harus membuka diri terhadap hal-hal yang menyangkut kepentingan publik,” tegas Eddy Syofian.**

Hanya Meneruskan Aspirasi, tak Menolak dan Mendukung

Medan (Pemprov Sumut): Kewenangan Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) dalam hal pemekaran provinsi berdasarkan ketentuan perundang-undangan bukan pada posisi setuju atau menolak, melainkan hanya meneruskan aspirasi yang ada. Dalam hal ini, dua surat Gubsu kepada pemerintah pusat cq Mendagri bukan bersifat rekomendasi setuju dan menolak wacana pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap).

Pelaksana Assisten Ketataprajaan Setdaprovsu Oloan Sihombing SH MHum didampingi Kepala Badan Infokom Provsu Drs H Eddy Syofian MAP mengemukakan hal itu kepada wartawan di Kantor Bainfokom Sumut, Selasa (15/5), sehubungan beredarnya dua pemberitaan yang bertolakbelakang, di satu sisi diberitakan Gubsu merekomendasikan setuju dan di pemberitaan lainnya menolak Protap.

“Ini yang perlu kami (Pemprovsu – red) klarifikasikan. Kedua surat tersebut bukan merupakan rekomendasi, melainkan bersifat meneruskan dua aspirasi masyarakat yang pro dan kontra terhadap pembentukan Protap berdasarkan dua surat resmi dari Ketua DPRD Sumut. Dalam hal ini, tidak ada alasan Gubsu untuk tidak meneruskan kedua surat aspirasi tersebut kepada pemerintah pusat,” tegas Oloan.

Sikap ini dilakukan Gubsu, lanjutnya, didasari ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, khususnya UU Nomor 32 tahun 23 dan Pasal 16c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 yang mengatur mekanisme usul pembentukan, penggabungan dan pemekaran daerah kabupaten/ kota dan propinsi kepada Mendagri. “Jadi jelas, kedua surat tersebut bukan rekomendasi setuju atau menolak terhadap Protap. Namun peraturan ini yang mengharuskan demikian,” jelasnya berulang.

Oloan menjelaskan Surat Gubsu Nomor 135/2348/2007 tanggal 26 April 2007 yang ditandatangani oleh Gubsu Drs Rudolf M Pardede yang ditujukan kepada Mendagri di Jakarta intinya adalah meneruskan Surat DPRD Sumut Nomor 2266/18/Sekr tanggal 24 April 2007 perihal Rekomendasi Pembentukan Protap.

Dalam surat ini, jelasnya, Gubsu hanya menyampaikan bahwa untuk menyikapi aspirasi masyarakat dan Pemkab/Pemko sesuai surat DPRD tersebut maka Pemprovsu meneruskannya kepada pemerintah pusat untuk menjadi bahan dalam proses selanjutnya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Sementara itu, tentang surat DPRD dimaksud yang antara lain ditujukan kepada Gubsu intinya menyatakan sehubungan aspirasi masyarakat daerah dan pemerintah kabupaten/ kota di Sumut untuk pembentukan Protap, maka DPRD Sumut meneruskannya ke Mendagri.

Tentang surat Gubsu Nomor 130/2798 Tanggal 14 Mei 2007 yang juga ditandatangani Gubsu Drs Rudolf M Pardede kepada Mendagri juga dikeluarkan berdasarkan adanya Surat DPRD Sumut Nomor 2523/18/Sekr tanggal 8 Mei 2007 perihal Rekomendasi Penolakan Pembentukan Propinsi Tapanuli.
Dalam surat ini, jelasnya, Gubsu menyampaikan menyikapi aspirasi masyarakat terhadap penolakan Protap sesuai Surat DPRD dimaksud maka Gubsu meneruskan surat tersebut ke Mendagri seraya menyatakan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu diserahkan kepada pemerintah pusat untuk menjadi bahan dalam proses selanjutnya.
“Jadi cukup jelas bahwa kedua surat ini sifatnya hanya meneruskan aspirasi masyarakat ke pemerintah pusat, tidak ada unsur keberpihakan maupun tekanan dari pihak manapun sebab kedua surat Gubsu ini merupakan perintah ketentuan dan perundang-undangan yang harus dilakukan Gubsu,” tegas Oloan dan Eddy.

Ditanya apakah kedua surat DPRD Sumut yang diteruskan Gubsu tersebut secara yuridis formal adalah sah untuk proses lanjut pembentukan Protap karena disebut-sebut keduanya belum melalui paripurna dewan, Oloan mengemukakan dalam hal ini Pemprovsu tidak punya kewenangan untuk menguji keabsahannya, sebab hal ini merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Jadi sesuai ketentuan perundang-undangan, kita hanya meneruskan saja, sementara pemerintah pusatlah nanti yang akan menelaahnya,” ujarnya.

Eddy Syofian kembali menegaskan kewenangan pembentukan provinsi sepenuhnya di tangan pemerintah pusat. “Jadi semua aspirasi, baik yang mendukung maupun menolak, sudah disampaikan kepada pemerintah pusat. Marilah kita tunggu kebijakan pemerintah pusat selanjutnya dengan tenang dan tidak perlu melakukan hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas Provinsi Sumut yang cukup kondusif ini. Semua pihal kita imbau menyerahkan hal ini sepenuhnya kepada pemerintah pusat,” ujarnya.**

Senin 19 September 2005
TRAGEDI Mandala Airlines di Jl Djamin Ginting, Padang Bulan Medan, Sumatra Utara (Sumut) pada 5 September lalu masih menyisakan polemik. Bukan hanya bagi warga di Jl Djamin Ginting yang menjadi korban, melainkan juga buat rakyat Sumut.

Pascatragedi itu, rakyat Sumut kehilangan figur kepemimpinan setelah wafatnya Gubernur Sumut Tengku Rizal Nurdin yang turut menjadi korban dalam peristiwa itu.
Siapa pengganti Rizal Nurdin sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Pasalnya, Wakil Gubernur Sumut Rudolf M Pardede yang seyogianya menggantikan posisi Rizal Nurdin terganjal ijazah palsu.

Lantas bagaimana pendapat pakar hukum tata negara mencermati polemik ini? Guru Besar Universitas Sumatra Utara (USU) M Solly Lubis yang juga pakar hukum tata negara mencermati polemik pergantian kepemimpinan ini dari dua sisi, yakni sisi hukum dan politik.
“Berdasarkan Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2004 Pasal 26 ayat (3) menyebutkan wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya jika kepala daerah meninggal dunia, berhenti atau diberhentikan,” kata Solly ketika ditemui Media di Gedung Pascasarjana USU, Medan, Sabtu (17/9).

Dengan kata lain, ujar Solly, Wakil Gubernur Sumut Rudolf M Pardede menggantikan Rizal Nurdin sampai habis masa jabatannya karena Gubernur Sumut meninggal dunia. Itu berarti Rudolf M Pardede menjadi Pejabat Gubernur Sumut hingga 2008.
“Hal ini amanat UU No 32 Tahun 2004. Secara hukum Rudolf M Pardede menjadi Pejabat Gubernur Sumut sah. Sesuai mekanisme yang berlaku melalui rapat paripurna DPRD Sumut dan penugasan resmi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas nama Presiden RI sebaiknya melantik Rudolf M Pardede,” tegasnya.

Sedangkan soal polemik politik yang terjadi perbedaan pandangan antarfraksi partai politik di DPRD, Solly mempertanyakan apakah perbedaan itu karena nuansa politis atau sekadar ingin memanfaatkan sisi hukum.

“Jika dipertanyakan soal ijazah, secepatnya masalah itu diproses secara hukum. Perkara palsu atau tidak palsu, tergantung pengadilan yang memutuskan. Apabila sudah dinyatakan ijazah Rudolf M Pardede terbukti palsu, pemerintah pusat harus mengambil keputusan,” tandasnya.
Izajah palsu

Masalah ijazah palsu Sekolah Menengah Atas (SMA) Penabur Sukabumi, Jawa Barat (Jabar) milik Rudolf M Pardede telah diproses Kepolisian Daerah (Polda) Sumut pada 2003. Ketika itu, Polda Sumut meminta keterangan 11 saksi termasuk saksi dari SMA Penabur Sukabumi. Berdasarkan Surat Keterangan Kepolisian Sektor (Polsek) Patumbak Medan menyatakan ijazah atas nama Rudolf M Pardede yang diterbitkan SMA Penabur dinyatakan hilang.

“Dari 11 saksi yang diperiksa tidak ada seorang saksi pun yang memberatkan. Ketika itu Polda Sumut juga meminta keterangan Rudolf M Pardede sebagai saksi. Dan polda tidak menemukan keterangan yang mencurigakan dan memberatkan,” kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut Komisaris Besar (Kombes) Bambang Prihady.

Menurut Bambang, pihak SMA Penabur benar menerbitkan ijazah atas nama Rudolf. Pihak sekolah tersebut juga menyatakan bahwa Rudolf M Pardede pernah bersekolah di sana.
“Pada saat pencalonan Rudolf sebagai Wakil Gubernur Sumut, ia hanya menggunakan surat keterangan hilang (ijazah) dari Polsek Patumbak. Mana yang asli atau mana yang palsu, kan kita enggak tahu, sebab yang ada hanya surat keterangan hilang,” kata Bambang.
Mengomentari soal ijazah palsu, Rudolf mengakui masalah itu sudah ditangani aparat hukum. “Mereka tidak menyatakan saya bersalah. Polisi yang berwewenang dan diakui negara tidak pernah menyatakan ijazah saya palsu,” kata Rudolf kepada Media di Medan beberapa waktu lalu.

Lantas bagaimana komentar Rudolf soal polemik pergantian Gubernur Sumut? “Saya mengikuti undang-undang. Apa yang disebutkan UU, akan saya ikuti. Saya sendiri tidak tahu persoalannya menjadi seperti ini,” tandas Rudolf. (Kennorton Hutasoit/Yennizar/N-2.
INI BERITA SAYA MENYIKAP POLEMIK PERGANTIAN GUBERNUR SUMUT PADA 2005. BERITA INI MENJADI PEMBICARAAN DI KALANGAN DPR RI, PEJABAT DAN POLITISI. KAITANNYA DENGAN SEKARANG, 1.RUDOLF DILANTIK DAN TELAH MENJADI GUBERNUR SUMUT. 2.DIA JUGA SUDAH DIPERIKSA POLDA TERKAIT MASALAH IJAZAHNYA. “DUA HAL ITU ADA YANG SERIUS DAN ADA YANG TAK SERIUS. YANG SERIUS RUDOLF TELAH MENJADI GUBERNUR SAMPAI SAAT INI. YANG TAK SERIUS? KITA HARUS MENYIKAPI HAL INI” AYO RAMAI-RAMAI GUNAKAN HAK POLITIK ANDA.