PERUSAHAAN pertambangan timah hitam dan seng PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang berada di kawasan hutan lindung register 66 Batu Ardan di Dusun Sopokomil, Desa Longkotan, Kecamatan Silima Punggapungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara (Sumut) telah merampungkan tahap eksplorasinya di daerah prospek anjing hitam (blackdog). Berikutnya, perusahaan patungan Herald Resources asal Australia (80%) dan BUMN Aneka Tambang (20%), itu akan melakukan penambangan (eksplotasi) bijih seng dan timah hitam.

Rencana eksplotasi PT DPM mengundang perhatian publik. Sebagian kalangan masyarakat setempat, jemat gereja, masyarakat adat, dan aktivis lingkungan menolak kehadiran perusahaan itu karena dikhawatirkan merusak lingkungan yang merugikan masyarakat setempat. Sebaliknya ada di tingkatan pemerintahan mulai dari pemerinatahan daerah hingga pemerintahan pusat, kecuali Departemen Kehutanan, mendukung PT DPM dengan alasan akan menambah pendapatan daerah dan devisa Negara.

Selasa (30/10) pihak perusahaan DPM memberikan kesempatan kepada sejumlah wartawan meninjau lokasi DPM di daerah prospek yang dikenal dengan anjing hitam (blackdog). Lokasi anjing hitam itu berada pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut (dpl) yang statusnya berada di kawasan hutan register 66 Batu Ardan. “Berdasarkan hasil eksplorasi yang kami lakukan, kandungan timah hitam (Plumbum/timbal/PbS) dan seng (ZnS) di anjing hitam itu sekitar 6.5 juta ton dengan kadar ore (bijih) seng sekitar 15% dan timah hitam 10%. Atau campuran keduanya dalam konsentrat sekitar 20%-25%,” kata Wakil Kepala Teknik Pertambangan PT DPM Tarmizie Ibrahim kepada Media Indonesia saat mengunjungi kamp penambangan di dusun Sopokomol, Desa Longkotan, Kecamatan Silima Punggapungga, Kabupaten Dairi, Selasa pekan lalu.

Lokasi anjing hitan itu sekitar 500 meter dari kamp para penambang. Area anjing hitam itu masih memiliki penutup lahan berupa hutan dengan kemiringan lereng hampir mencapai 90 derajat. Kondisi hutan lebat dan topografi bergunung dengan kemiringan lereng terjal, sedikitnya membutuhkan waktu tempuh 1,5 jam dari kamp ke lokasi anjing hitam itu. Sedangkan kamp tersebut sedikitnya membutuhkan waktu tempuh dua jam jalan kaki dari pemukiman penduduk desa Longkotan.

Jalan dari pemukiman desa Longkotan ke kamp itu berliku dan menanjak dengan kemiringan lereng mulai dari 45 derajat hingga 70 derajat. Di kiri jalan pada bagian lembah terlihat hamparan sawah dan di kanan jalan terlihat kebun kopi dan sebagian kecil kelapa sawit. Kamp penambang pun berada di area yang dikeliling kebun masyarakat yang ditanami pohon kulit manis dan tanaman-tanaman keras lainnya seperti jengkol dan petai. Semua areal kebun ini berada di kaki gunung daerah prospek anjing hitam, lokasi yang akan dijadikan tempat penambangan dan pabrik tambang.
Penolakan

Sekretaris Forum Komunikasi AntarGereja untuk Keadilan dan Lingkungan Hidup (FKGKL) Pendeta Josua Panggabean mengkhawatirkan keberadaan tambang yang berada di gunung di hulu areal pertanian dan pemukiman penduduk dapat merugikan masyarakat setempat. “Kalau tambang dipaksakan perkampung dan lahan pertanian dikhawatirkan akan kesulitan mendapat sumber air. Masyarakat setempat juga dikhawatirkan merugi dan menjadi korban tambang kalau limbah (tailing) dialirkan ke anak sungai atau lembah,” katanya kepada Media Indonesia di Medan, kemarin.

Menurut Panggabean sebanyak 97 gereja telah bergabung bersama masyarakat mempertanyakan keberadaan PT DPM itu. “Sampai saat ini pihak DPM tak pernah secara transparan memberikan informasi apa bahaya yang akan ditimbulkan apabila tambang dibuka. Forum akan berupaya mempertanyakan apa manfaat DPM tersebut terhadap masyarakat setempat, sebab sampai saat ini sudah banyak lahan masyarakat yang menjadi lokasi DPM itu. Kalau lahan pertanian beralih ke DPM, tentu pendapatan petani akan berkurang. Forum berupaya menolak keberadaan DPM itu, jika masukan-masukan untuk melindungi masyarakat tak diterima pihak DPM,” katanya.

Areal konsesi pertambangan PT DPM dipersoalkan aktivis lembaga swadaya lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut, Kelompok Kerja Advokasi Tambang Sumut dan masyarakat setempat. Direktur Walhi Sumut Hardi Munthe mengatakan keberadaan pertambangan DPM itu akan membahayakan masyarakat setempat karena limbahnya akan mengalir ke areal pertanian dan pemukiman. “Ke mana limbah tambang itu akan dialirkan? Lokasi tambang itu di kawasan hutan pada ketinggian 700 meter dpl yang di bawahnya perkampungan dan lahan pertanian. Kehadiran pertambangan DPM ini pun akan mengurangi luas areal hutan lindung, karena perusahaan asing itu akan mengambil areal kawasan hutan sekitar sedikitnya 37 hektare,” kata Hardi.

Hardi mengatakan kajian terpadu menjadi syarat sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. “Sekarang mana kajian terpadu yang dilakukan PT DPM?. Hasil penelitian tentang dampak pertambangan ini harus dipublikasikan dan dibahas secara terbuka,” kata Hardi.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diminta memperketat izin usaha di sektor pertambangan, mengingat selama ini belum pernah ada perusahaan pertambangan yang memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan kesejahteraan rakyat di sekitar lokasi pertambangan.

Penolakan juga dilakukan pihak masyarakat adat setempat. Masyarakat setempat menancapkan pamplet yang bertuliskan tanah ini termasuk kawasan hak ulayat marga Cibro berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2294/K/PDT/2004 tanggal 31 Januari 2007 di dekat kamp penambangan Sopokomil.

Anggota DPRD Sumut Efendy Naibaho mengatakan kasus pertambangan yang mencuat di negeri ini, hampir semuanya merugikan masyarakat. “Kehadiran tambang tak memberi kontribusi dan manfaat nyata kepada rakyat di sekitar lokasi tambang. Yang ada malah rakyat mendapatkan pencemaran limbah tambang dan kerusakan lingkungan,” katanya. Contohnya kasus PT Newmont di Buyat dan PT Freeport di Papua yang merugikan masyarakat setempat.
Pendapatan Daerah

Pemerintah Kabupaten Dairi terus berupaya agar PT DPM tak hengkang dari kabupaten penghasil kopi itu. Bupati Dairi MP Tumanggor mengatakan Pemkab akan mendapat bagi hasil sebesar Rp 40 miliar per tahun dari PT DPM kalau sudah beroperasi nantinya.
“Dana bagi hasil sebesar Rp 40 miliar tersebut dibagi antara lain untuk kabupaten tempat pertambangan tersebut beroperasi (Dairi), kabupaten sekitar dan provinsi. Jumlah itu bisa lebih banyak lagi kalau kandungan timah hitam dan seng yang dihasilkan lebih banyak. Sekarang perkiraan depositnya saja sudah bertambah, dari tujuh juta ton menjadi 15 juta ton,” ujar Tumanggor. Dukungan juga disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Dairi Leonard Samosir yang berharap kehadiran PT DPM membawa kemajuan bagi masyarakat Dairi.
Samosir mengatakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bakal mengalami kerugian jika PT DPM hengkang dari Dairi. Investor asing lanjut dia, tidak akan percaya lagi pada komitmen pemerintah memberi kemudahan investor pertambangan. “Apalagi ada kemungkinan PT DPM membawa kasus ini ke arbitrase internasional karena mereka sebenarnya telah mendapat kontrak karya sejak tahun 1998,” katanya.

Dairi Prima Mineral
Community Development and Relations Manager PT Dairi Prima Mineral (DPM) Parlindungan Sibarani mengatakan pihaknya telah merampungkan tahap eksplorasi di daerah prospek anjing hitam di Dusun Sopokomil. “Kami (perusahaan PT DPM) tinggal menunggu izin pinjam pakai kawasan hutan lindung register 66 Batu Ardan seluas 37 hektare untuk memulai tahap eksploitasi,” katanya.

Menurutnya, perusahaan sedikitnya telah mengeluarkan investasi hingga 11 juta dolar AS (Amerika Serikat ), dari total investasi 160 juta dolar AS. Parlindungan mengatakan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengeluarkan izin konstruksi wilayah kontrak karya Dairi Prima Mineral di prospek Anjing Hitam. PT DPM juga telah mengantongi surat rekomendasi dari Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Komisi IV DPR RI .

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumut Washington Tambunan mengatakan untuk melengkapi izin operasi DPM, pihak Departemen Kehutanan meminta rekomendasi dari Menneg LH dan Komisi IV DPR RI . “Rekomendasi itu sudah diperoleh pihak PT DPM, namun sampai saat ini pihak Dephut belum juga memberikan izin pemakaian kawasan hutan untuk pertambangan PT DPM. Informasi terakhir yang kami peroleh, pemerintah pusat sudah menyiapkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk pelaksanaan tambang tertutup di kawasan hutan lindung. Kalau itu rampung, kemungkinan PT DPM sudah mulai bisa beroperasi,” katanya.**